Memaknai Pengabdian

Memaknai “Pengabdian” Lewat Abdi dalem Keraton YOGYAKARTA sebagai ilmu Pendidikan keluhuran yang mengutamakan sebuah KESABARAN bukan GRUSA GRUSU dan hanya mengandalakan PIKIRAN namun HATI tidak di satukan, inilah PENYATUAN hati pendidikan cara ABDI DALEM KRATON YOGYAKARTA.

Apa yang ada dalam benak pembaca ketika melihat kenyataan bahwa kisaran gaji Abdi Dalem Keraton Yogyakarta hanyalah antara Rp. 2.000 - Rp. 20.000/bulannya. Tentu banyak tafsiran beragam akan kenyataan ini.
Namun ketika hal ini dikaitkan dengan semangat pengabdian dan cinta yang besar terhadap junjungannya yaitu Raja Yogyakarta maka tentu saja nilai nominal tersebut tidaklah menjadi sesuatu yang aneh.

Sejak 30 Oktober 1945 pemerintahan Keraton hanya terbatas pada keraton dan berstatus sebagai penjaga nilai budaya. Dalam pemerintahannya keraton dibantu oleh rayi dalem (adik-saudara sultan) dan Abdi Dalem’. Abdi dalem itu sendiri ternyata terbagi dalam 2 golongan besar yaitu abdi dalem Punokawan dan abdi dalem Kaprajan. Kalau abdi dalem Punokawan betul-betul pengabdi kraton. Mulai dari pengakuan dari pihak kraton sebagai perangkat pemerintahan kraton, penggajian oleh kraton, dan seluruh tugas yang dijalankannya adalah untuk kraton. Sedangkan abdi dalem Kaprajan adalah kebalikannya. Pengakuan dan penggajian adalah dari negara RI, dan mereka tidak memiliki beban tugas dari pihak kraton.

Seperti yang dibahas di atas, tulisan ini mencoba menyoroti abdi dalam Punokawan yang bekerja dan mengabdi serta mendapat gaji dari keraton. Dengan gaji yang jauh dari standar tentu saja bukan materi yang mereka kejar dari pekerjaannya di keraton, namum pengabdian yang tulus akan junjungannya yaitu raja Yogyakarta. Bagi abdi dalem gaji yang diterima adalah berkah dan tanda cinta kasih sultan, maka tidaklah aneh bila kita mendengar gaji itu tidak pernah mereka pakai untuk memenuhi kebutuhannya melainkan disimpan dan akan dipakai bila kodisi memaksakan.

Menjadi seorang abdi dalem bagi masyarakat Yogyakarta memanglah bukan menjadi pilihan utama dalam mencari nafkah, terlebih jika memandang dari sisi pemasukan. Ada beberapa pertimbangan dan motivasi yang mendorong mereka yang memilih jalan hidup sebagai seorang abdi dalem kraton. Meneruskan tradisi orang tua merupakan salah satunya. Dari segi batiniah, alasan mereka menjadi seorang abdi dalem adalah pandangan dan prinsip bahwa menjadi abdi dalem dapat membuat hati tenang dan dapat mengendalikan hawa nafsu keduniawian. Gaji yang jauh di bawah standar tidak pernah menjadi penghambat mereka dalam melaksanakan tugas, karena yang mereka cari bukanlah materi melainkan berkah dari sultan atas kehidupannya.

Karena semangat pengabdianlah kita akan mendapati beberapa abdi dalem adalah guru, dosen, dokter dan sebagainya.

Melihat pendapatan abdi dalem, kita tidak akan mendapatkan jawaban bila kita mengukurnya secara matematis, namun bila kita mengukurnya dengan mata hati tentulah akan mendapatkan jawaban bagaimana para abdi dalem mampu hidup dan bertahan dengan pendapatan sejumlah tersebut.

Saya akan mencoba bercerita sedikit tentang pendapatan saya sebagai guru honorer di sebuah pesantren di Pandeglang yang kurang lebih Rp. 10.000 ribu untuk 2 jam tatap muka (1x masuk kelas), namun alhamdulillah masih bisa menyekolahkan anak 2 anak hingga perguruan tinggi, salah satunya belum lulus dan masih menempuh pendidikan di fakultas teknik Industri di ISATA (Institut Sain dan Teknologi Al-Kamal) Jakarta. Secara matematis saya sendiri tidak pernah bisa memahami bagaimana saya memiliki kemampuan itu, namun kenyataan yang ada bahwa sampai saat ini alhamdulillah semuanya berjalan lancar dan mudah-mudahan tidak ada kendala.

Saya bercerita tentang kondisi pribadi dengan harapan pembaca bisa memahami bahwa banyak hal yang memang tidak semuanya bisa dilihat dari kacamata nominal, namun keberkahan hidup itulah yang bisa jadi menjadi patokan para abdi dalem lewat pengabdiannya pada Raja, baik yang ada di Solo maupun Yogyakarta.

Mencoba sedikit bergeser pada mereka yang masuk pada korps “abdi negara” dan sama-sama memiliki nama Abdi yang memiliki pengertian sama yaitu pengabdian tentulah bagaikan api yang jauh dari panggang. Memiliki nama dan tugas yang sama sebagai pengabdi namun memiliki pendapatan yang berbeda tentulah kita dan mereka yang bertugas sebagai abdi negara haruslah memiliki semangat yang minimal mendekati semangatnya Abdi Dalem mengabdi pada Kerajaan.

Pendapatan yang besar sebagai abdi negara ternyata belum seluruhnya menggugah mereka para abdi negara untuk memberikan pengabdian yang terbaik bagi negara, yang justru terlihat adalah ramai-ramai memutilasi negara untuk kepentingan dirinya.

Kita memang masih harus belajar banyak pada mereka…. para Abdi Dalem.


Foto diambil oleh Mahendra Duta Suryonegoro

0 comments: