Pakaian Jawa Yogya

Pakaian Jawa Yogya, Surjan, yang melekat di badan adalah simbol identitas budaya yang dalam sekali maknanya. Surjan, Pengageman Jawa sebagai penutup badan dicipta SUNAN KALIJAGA berdasar QS Al-A’raf 26. Yang dikenal dengan Pakaian Taqwa. Pengertian ayat di atas dijadikan model pakaian rohani (takwa) agar selalu ingat Allah SWT. Ini dipakai hingga sekarang ini. Pangeran Mangkubumi mengatakan bahwa Ngayogyakarta sudah siap dengan rencana mewujudkan model ’pakaian takwa’. Pakaian takwa sering disebut SURJAN (sirajan) yang berarti Pepadhang atau Pelita. Di dalam ajarannya HB I bercita-cita agar pimpinan Negara dan Penggawa Kerajaan memiliki Jiwa dan Watak SATRIYA. Sifat itu adalah:
1.         Nyawiji, bertekad golong-gilig baik berhubungan dengan Allah SWT maupun peraturan dengan sesama
2.         Sifat Greget (tegas bersemangat),
3.         Sengguh (percaya diri penuh jati /harga diri)
4.         Sifat Ora Mingkuh, tidak melepas tanggung jawab dan lari dari kewajiban.
Maka figur satria Ngayogyakarta ideal yakni seseorang yang dilengkapi pengageman Takwa seperti Nyawiji Greget Sengguh Ora Mingkuh. Bentuk pakaian Takwa adalah; lengan panjang, ujung baju runcing, leher dengan kancing tiga pasang (jumlah enam, lambang rukun Iman). Maknanya adalah rinengkuh dados kadhang ing antawisipun abdi aalem setunggal sanesipun, kaliyan Hingkang Sinuwun Kanjeng Sultan. Warna pakaian adalah Biru Tua, yang berarti sangat dalam, susah diduga, tak bisa dianggap remeh dan tidak sembarangan. Baju Pranakan ini dengan lengan panjang, kanan kiri berkancing 5 buah lambang Rukun Islam, juga disebut model belah Banten. Pada leher terdapat tiga pasang kancing berjumlah 6 buah perlambang Rukun Iman.
Menurut sejarah, pengageman pranakan diciptakan Sri Sultan Hamengku Buwana V yang idenya sesudah kunjungan ke Pesantren di Banten. Pranakan adalah juga Pakaian untuk Penggawa Kraton dengan corak dan model sama, dimaksud adanya demokratisasi di Ngayogyakarta Hadiningrat. Dua kancing di dada kanan kiri berarti dua kalimat syahadat. Baju terbuat dari kain lurik, bercorak garis lirik telu papat (telupat) kewelu minangka prepat. Pakaian Takwa ini di dalam Kraton hanya dipakai oleh Sri Sultan dan Pangeran Putra Dalem. Pengageman PRANAKAN. Berarti pakaian meliputi wadah bayi, juga keturunan, saudara, prepat (pengiring), abdi terdekat, punakawan. Tiga buah kancing tertutup melambangkan 3 nafsu manusia yang harus diatasi, yakni nafsu amarah perut dan birahi. Sedang pakaian takwa untuk putri (Pengageman Janggan) dikenakan untuk Para Abdi Dalem Putri dan Keparak Para Gusti warna hitam.





2 comments:

Pabrik Jam Masjid Digital mengatakan...

Terimakasih, tulisannya sangat bermanfaat

Sahabat Muslim mengatakan...

Ternyata pakaian takwa juga ada filosofinya. Sangat menginspirasi sekali tulisannya.