Sumber : Bernas Jogja, Minggu Wage, 3 Oktober 2008, hal. 8
Pengarang : Mbak Maya
Hujan deras yang turun setiap hari, membuat kolam ikan di belakang rumah penuh air. Hal itu membuat para kodok bergembira. “Sudah agak lama hujan tidak turun,” kata Kodok Bangkong kepada temannya.”Ya, inilah saatnya kita bergembira,” kata temannya.
Ketika senja tiba, kolam itu pun menjadi riuh. Suara kodok bersahut-sahutan. Kung… kong… kung… kong… ! para kodol berenang ke segala arah. “Mudah-mudahan ikan-ikan akan bermunculan. Perut kita pun akan penuh,” katanya lagi. Temannya mengangguk-angguk tanda setuju. Mereka memang berharap, bisa bersantap malam dengan kenyang.
Ternyata apa yang mereka harapkan benar-benar terjadi. Ikan-ikan yang terkena arus air berlarian ke segala arah. Tanpa sadari, di sana sudah ada kodok-kodok yang siap menyantap mereka. Sebagaian dari mereka menjerit-jerit, berusaha menghindar dari tangkapan kodok. Ada Ikan Wader yang tak mampu menahan tangisnya. Ia menghindar dari tangkapan kodok. Hatinya masih berdebar-debar. Tubuhnya gemetaran.
Makin malam, suasana di kolam ikan makin riuh, lebih riuh dari turunnya hujan. Kodok-kodok berpesta pora. Termasuk Kodok Bangkong yang seakan tidak ingin melewatkan pesta malam itu. Karena begitu gembiranya, Kodok Bangkong menjadi terlena. Tanpa sadar ia terlelap.
Suasana menjadi sepi ketika seekor ular muncul secara tiba-tiba dari semak-semak. Dengan sekali sambar, ia berusaha mencaplok Kodok Bangkong yang tertidur. Kodok Bangkong mampu lepas dari caplokan ular, namun ia terluka parah. Darah bercucuran dari tubuhnya. Dengan menjerit-jerit, ia berusaha lari dari tangkapan ular.
Sia-sia saja perjuangan dari Kodok Bangkong. Dengan sekali caplokan, ular menelan tubuh Kodok Bangkong tanpa ada yang tersisa. Ketika di akhir hayatnya, terlihat mata Kodok Bangkong yang melotot di mulut ular.
0 comments:
Posting Komentar