MUSEUM TOSAN AJI, PELESTARI CAGAR BUDAYA BANGSA


BAB I

PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG

Perubahan zaman merupakan suatu hal yang sudah pasti. Perubahan zaman perlahan-lahan mengikis kebudayaan dan adat istiadat zaman terdahulu, contohnya seperti Tosan Aji yang pada zaman dahulu memiliki peranan penting bagi suatu kerajaan. Keberadaan Tosan Aji cukup dibutuhkan oleh para penguasa dan bangsawan pada waktu itu untuk membunuh musuh, serta simbol jabatan atau tanda penghargaan dari raja kepada bawahan. Namun pada saat ini, Tosan Aji hanya dipakai sebagai perlengkapan dalam pernikahan saja atau bahkan hanya sebagai hiasan rumah. Oleh karena itu, Tosan Aji mengalami kemunduran yang sangat besar pada saat sekarang ini.
Selain itu, masyarakat masih menyimpan dan memiliki Tosan Aji atau benda pusaka warisan leluhur kurang merawat warisan tersebut sehingga sebagian ada yang sudah rusak. Di sisi lain, banyak kolektor yang sering memburu pusaka hingga kepelosok-pelosok kota/desa, untuk dikoleksi atau mencari daya magis dari Tosan Aji tersebut. Selain itu, adanya image buruk di kalangan masyarakat terutama dari ulama yang menilai Tosan Aji dapat membahayakan bila ditinjau dari segi aqidahnya. Untuk itu, perlu adanya solusi yang mampu menengahi permasalahan tersebut seperti museum atau galeri dan lain-lain. Keberadaan Museum Tosan Aji pada hakikatnya merupakan upaya melindungi aset budaya jawa terutama Tosan Aji dan mengenalkan sejarah dan cara-cara pembuatannya serta menambah nilai pariwisata dan dokumentasi sejarah.
Dengan mengetahui serta mempertimbangkan permasalahan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Tosan Aji perlu diperkenalkan, dilestarikan dan didokumentasikan sejarahnya dan meningkatkan wisata budaya untuk mewujudkan aspirasi diatas dibutuhkan museum dan galeri Tosan Aji sebagai salah satu alternatif menjaga cagar budaya yang ada di Indonesia.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana sejarah Museum Tosan Aji?
2.      Apa saja koleksi dari Museum Tosan Aji?
3.      Bagaimana peran pemerintah dalam mendukung kemajuan Museum Tosan Aji?
4.      Apa peran Museum Tosan Aji bagi generasi muda?

C.    TUJUAN

1.      Untuk mendapatkan informasi dan ilmu mengenai Museum Tosan Aji Purworejo.
  1. Untuk mengetahui koleksi-koleksi pusaka kerajaan-kerajaan Jawa kuno yang telah ditemukan di Jawa Tengah dan sekitarnya.
  2. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mendukung kemajuan Museum Tosan Aji.
  3. Untuk mengetahui manfaat berkunjung ke Museum Tosan Aji.

D.    MANFAAT

1.      Menambah ilmu pengetahuan pembaca mengenai sejarah Museum Tosan Aji di Purworejo.
2.      Menambah wawasan dan pengetahuan sejarah mengenai Tosan Aji.
3.      Membangun semangat melestarikan kebudayaan nenek moyang.

 

E.     METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode kepustakaan yaitu metode dengan mengambil data dari bahan pustaka yang relevan dengan bahan penelitian.


BAB II

LANDASAN TEORI


A.    SEKILAS TENTANG TOSAN AJI

Tosan Aji merupakan salah satu hasil budaya bangsa pada masa perundagian sebagai warisan nenek moyang yang menunjukkan salah satu identitas budaya bangsa yang sampai kepada kita sekarang. Yang dimaksud Tosan Aji adalah sejenis senjata pusaka dari logam besi yang mendapat tempat terhormat (yang dihargai) di mata masyarakat terutama pada masa lampau, diantaranya berupa keris, tombak, pedang,kudi dan menur. Dalam alam pemikiran masyarakat lebih-lebih pada masa lampau Tosan Aji dianggap memiliki kekuatan gaib/kesaktian yang dapat mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat.
Alam pemikiran demikian berproses seirama dengan religi kemasyarakatan dan perkembangan jaman. Menurut D.G Stibe dan Letkol Uhlenbech dalam Encyclopedie-nya dinyatakan bahwa pada museum Anthropologi /Ethnografi di Leiden telah menyimpan keris yang ditemukan di tengah-tengah stupa besar candi Borobudur. Diperkirakan keris tersebut sudah tua ketika dimasukkan ke dalam stupa yang kemungkinan sekali bersamaan dengan saat didirikan Candi Borobudur kurang lebih abad VIII. Dengan demikian pada waktu itu, Tosan Aji telah mendapatkan tempat tinggi pada dalam kehidupan religi kemasyarakatan sehingga ditempatkan dalam bangunan monumental – religius – Borobudur. Nilai-nilai itulah yang kemungkinan melatar belakangi tingginya harga sebuah Tosan Aji.

B.     MUSEUM TOSAN AJI

Museum Tosan Aji merupakan salah satu sarana untuk melestarikan warisan budaya nenek moyang kita yang "adhi luhung" yaitu Tosan Aji. Akan tetapi pada perkembangannya Museum Tosan Aji tidak hanya menampilkan koleksi Tosan Aji saja, namun juga menampilkan berbagai koleksi benda cagar budaya yang banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Purworejo baik pada masa prasejarah maupun masa klasik. Koleksi pusaka yang dimiliki lebih dari 1000 bilah terdiri dari Keris, Pedang, Tombak, Kujang/Kudi, Cundrik, Granggang yang berasal dari masa Kerajaan Pjajaran, Majapahit hingga sekarang, dan tersimpan pula benda-benda cagar budaya lainnya seperti gamelan Kuno Kyai Cokronegoro, hadiah dari Sri Susuhunan Pakubuwono VI kepada Bupati Purworejo Pertama”Cokronegoro I” serta beberapa prasasti, arca, lingga, yoni, fragmen, lumping, guci, beliung, batu gong, gerabah, menhir, dan fosil. Di museum ini, pengunjung juga mendapatkan informasi mengenai jenis keris serta bagaimana keris itu dibuat.
Pada tahun 2011,  koleksi Museum Tosan Aji semakin bertambah,  namun sayangnya keterbatasan tempat, benda-benda pusaka koleksi Museum Tosan Aji Kabupaten Purworejo, tidak semua bisa ditampilkan dan dinikmati masyarakat umum. Dari 1.423 koleksi hanya sekitar 118 benda pusaka yang dipajang.
Teknologi logam sudah lama berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu sudah mengenal berbagai kualitas kekerasan logam. Tosan Aji memiliki teknologi penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat di masa lampau.
Tosan Aji dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor. Teknik penempaan disertai pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana pada waktu itu bahan-bahan besi masih komposit dengan materi-materi alam lainnya.
Tosan Aji yang mulanya dari lembaran besi yang dilipat-lipat hingga kadang sampai ribuan kali lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan prosesnya yang unik, menarik dan sulit. Perkembangan teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik tempa Tosan Aji.
Pemilihan akan batu meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan Tosan Aji, juga merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan.
Maka dari itu, Tema Museum Tosan Aji adalah “Tosan Aji sebagai bukti kemampuan teknologi bangsa kita”. 
Setiap I Muharam atau I Syuro di tempat ini dilaksanakan jamasan atau pencucian senjata tajam dan pusaka yang dilakukan oleh tetua, dan ini tidak terbatas pada dimanfaatkan oleh masyarakat luas pencinta keris.
Sebanyak 1.423 pusaka dari berbagai jenis dijamasi melalui ritual budaya. Jamasan benda pusaka museum Tosan Aji kerjasama dengan Paseban Risang Aji, dilakukan oleh Kepala UPT Museum Tosan Aji. Sebelumnya diadakan selamatan atau kenduri agung.
Prosesi jamasan pusaka dimulai dengan seremonial pembukaan, dilanjutkan dengan mengirab pusaka dari gedung penyimpanan menuju halaman Museum Tosan Aji. Sebelum dilakukan jamasan terlebih dulu Pusaka diserahkan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo. Selanjutnya pusaka tersebut diserahkan kepada Kepala UPT Museum Tosan Aji untuk dilakukan penjamasan secara simbolis. Selanjutnya, prosesi penjamasan pun dimulai. Yang pertama kali dijamas adalah keris Sabuk Inten Luk Sebelas hasil, pamor kulit semongko karya Empu Supoanom dari kerajaan Mataran pada abad XVI. Jamasan dengan menggunakan air yang sudah dicampur dengan kembang yang ditaruh pada bejana kuningan. Usai dijamas, pusaka kemudian diserahkan kembali ke pada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo yang kemudian diteruskan ke para punggawa untuk disemayamkan ke gedung pusaka.
Selain menjamasi benda pusaka yang ada di Museum Tosan Aji, juga benda pusaka dari masyarakat umum. Dalam acara tersebut juga digelar ruwatan massal dan peragaan penggunaan senjata pusaka yang biasa digunakan para prajurit dan raja pada perang melawan penjajah tempo dulu. Pada kesempatan itu juga diperagakan busana yang biasa digunakan para raja, dan prajurit, baik dari kerajaan Yogyakarta, Solo dan Bagelenan.

C.    MENGENAL TOSAN AJI

Tosan Aji terdiri dari dua kata yaitu: Tosan yang berarti benda yang terbuat dari logam Aji yang berarti benda yang mempunyai nilai di mata masyarakat dengan demikian dapat di sinpulkan bahwa Tosan Aji adalah sejenis senjata pusaka dari logam yang mendapatkan tempat terhormat terutama di masyarakat Jawa pada masa lampau, jenis Tosan Aji ini terdiri dari: keris, tumbak, pedang, kudi, patrem (menur).
Tosan Aji merupakan salah satu hasil budaya bangsa pada masa perundagian sebagai warisan nenek moyang kita yang menunjukkan satu identitas budaya bangsa sampai masa kini. Dalam alam pemikiran masyarakat tradisional Tosan Aji dianggap memiliki kekuatan gaib atau kesaktian yang dapat mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat tersebut. Seseorang yang dianggap memiliki status sosial yang memadai apabila telah memenuhi seluruh persyaratan-persyaratan sosial kemasyarakatan terutama bagi masyarakat Jawa yaitu: Wisma (rumah), Wanita (isteri), Curiga (Tosan Aji), Turonggo (kuda), Kukilo (burung).
Alam pemikiran demikian berproses seirama dengan religi kemasyarakatan dan perkembangan jaman. Untuk memilih dan mengetahui Tosan Aji yang baik serta bermutu tinggi ada tiga dasar pemilihan:
1.      Sepuh, yakni ketuaan umur jaman pembuatan dan bahan-bahan serta campuran logam yang digunakan betul-betul tua atau tidak.
2.      Wutuh, keadaan Tosan Aji betul-betul utuh tidak ada cacatnya atau tidak rusak sedikitpun.
3.      Tangguh yang dapat berarti periode pembuatan atau gaya pembuatan. Hal ini serupa dengan misalnya dengan tari Jawa gaya Yogyakarta dan Surakarta. Pemahaman akan tangguh akan membantu mengenali ciri-ciri fisik suatu keris.
Beberapa tangguh yang biasa dikenal:
a.         Tangguh Majapahit
b.        Tangguh Pajajaran
c.         Tangguh Mataram
d.        Tangguh Yogyakarta
e.         Tangguh Surakarta
Adapun pembagian tahapan-tahapan periode pembuatan itu adalah sebagai berikut:
1.    Kuno (Budho) tahun 125 M – 1125 M meliputi kerajaan-kerajaan: Purwacarita, Medang Siwanda, Medang Kamulan, Tulisan, Gilingwesi, Mamenang, Pengging Witaradya, Kahuripan dan Kediri.
2.    Madyo Kuno (Kuno Pertengahan) tahun 1126 M – 1250 M meliputi kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Pajajaran dan Cirebon.
3.    Sepuh Tengah (Tua Pertengahan) tahun 1251 M – 1459 M meliputi Kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Tuban, Madura, Majapahit dan Blambangan.
4.   Tengahan (Pertengahan) tahun 1460 M – 1613 M meliputi Kerajaan-kerajaan : Demak, Pajang, Madiun, dan Mataram.
5.        Nom (Muda) tahun 1614 M – 1945 meliputi Kerajaan-kerajaan : Kartasura dan Surakarta.
6.        Kamardikan 1945 hingga seterusnya adalah keris yang diciptakan setelah Indonesia merdeka, 1945. Pada waktu itu pun raja di Surakarta Hadiningrat ke XII mendapat julukan Sinuhun Hamardika. Keris yang diciptakan pada era ini masuk dalam penggolongan keris kamardikan.
Untuk memilih dan mengetahui Tosan Aji yang baik serta bermutu tinggi ada tiga dasar pemilihan yg telah disebutkan di atas. Tetapi sekarang itu bukan menjadi patokan utama karena ada istilah lagi TuhSiRap yang artinya Utuh, Wesi, dan Garap, wesi berkaitan dengan material pembuatnya dan garap adalah kerapihan pembuatannya.
Ada lagi istilah YAMORJASINGUN, yang berarti guwaYA, paMOR, waJA, weSI, dan waNGUN.
Guwaya kesan yang didapat dari melihat sebuah keris. Ada yang kesannya angker / serem, ada yang biasa biasa saja.
Pamor berarti bahan pamor dan jenis pamor. Bila terbuat dari meteor dan berpamor miring / pamor langka maka makin indah. Waja adalah baja sebagai slorok / ati atau bagian tengah lapisan keris. Bila bajanya wasuhan alias menempa sendiri maka akan bercahaya biru kehijauan dan ini dianggap memiliki nilai lebih daripada baja buatan Krakatau Steel.
Wesi adalah besi, kualitas besi akan nampak berbeda bila telah diwarangi, besi yang baik akan berwarna hitam, sementara yang tidak baik akan berwarna selain hitam, misal: abu abu, dan sebagainya.
Wangun adalah ketepatan perbandingan ukuran-ukuran keris. Misalnya panjang bilah, condong leleh (kemiringan), panjang greneng, dalamnya sogokan, dsb.
                

D.    TATA PENYAJIAN

Tata penyajian pameran tetap Museum Tosan Aji, merupakan penataan yang berdasarkan konsepsional oriented, namun tidak melepaskan pula situasi dan kondisi koleksi yang ada dan telah dikumpulkan. Dalam gagasan dari tata penyajian pameran didasari oleh ciri-ciri khusus kebendaannya dan asal daerah penemuannya, sehingga benda koleksi Tosan Aji tersebut dapat merupakan koleksi yang mewakili jaman serta daerahnya.
Konsepsi atau gagasan penyajian pameran tetap berdasarkan dari beberapa koleksi yang telah dimiliki dan ditambah dengan rencana koleksi berikutnya.
Tema yang diterapkan untuk pameran tetap Museum Tosan Aji: “Tosan Aji Sebagai Bukti Kemampuan Teknologi Bangsa Kita.” Dengan demikian maka disusunlah sistematika penyajian yang dibagi 3 (tiga) ruang:
Ruang pertama disebut sebagai ruang Undagi atau Ruang Teknologi, pada ruang ini disajikan koleksi berupa bahan baku yang digunakan untuk membuat Tosan Aji, terutama yang ditampilkan pada pameran ini adalah bahan baku untuk membuat pamor, nekel, baja dan bentuk secara urut bahan menjadi wujud keris.
Ruang kedua disebut sebagai Ruang Pamor, Dapur dan Warangka, di ruang ini menyajikan keterangan tentang pamor, dapur warangka. Dari masing-masing jenis tersebut ditampilkan pula beberapa contohnya seperti pamor Blarak Ngirit, Dapur Luk dan Dapur Leres. Demikian pula warangka ditampilkan contoh Warangka Gayaman dan Warangka Ladrangan. Di samping itu juga ditampilkan keterangan tentang Ukir dan beberapa contoh dalam bentuk gambar jenis ukiran tersebut. Di akhir ruangan ini disajikan keterangan tentang Tangguh. Di antara keterangan tersebut diselipkan pula bagan Ricikan (bagian-bagian) wilah keris.
Ruang ketiga disebut juga Ruang Kagungan, untuk ruang ini menyajikan keterangan fungsi dan kegunaan Tosan Aji dalam kehidupan masyarakat. Fungsi Tosan Aji yang paling utama dalam kehidupan masyarakat, dan ditampilkan dalam bentuk keterangan pada panil antara lain: Fungsi Praktis, Fungsi Estetis, Fungsi Religius, Fungsi Sosial, Fungsi Simbolik. Di ruang ini juga di simpan beberapa peninggalan bersejarah yang lainya seperti :
Gamelan Kuno Kyai Cokronegoro, hadiah dari Sri Susuhunan Pakubuwono VI kepada Bupati Purworejo pertama “Cokronegoro I” serta beberapa Prasasti, Arca, Lingga, Yoni, Fragmen, Lumpang, Guci, Beliung, Batu Gong,Gerabah, Menhir, dan Fosil.
Salah satu benda cagar budaya yang memiliki nilai sejarah dan masih menjadi "misteri" asal usulnya adalah seperangkat gamelan Cokronagoro I yang tersimpan di Museum Tosan Aji. Perangkat alat musik Jawa itu diyakini merupakan warisan dari Raja Mataram, Sultan Agung dan hingga kini usianya sudah mencapai sekitar 350 tahun.
Benda itu seperti menjadi garis pengikat yang membuktikan adanya keterkaitan antara wilayah Mataram (Ngayogyakarta dan Surakarta) dengan Kabupaten Purworejo yang dulunya bernama Bagelen. Perangkat gamelan itu memang sudah tidak difungsikan lagi. Terakhir dibunyikan lima tahun lalu. Sekarang perangakt gamelan tersebut tidak dimainkan karena kualitas suara sudah berkurang dan sudah tidak stem lagi.
Bagian gamelan hingga kini masih lengkap di antarnya, gambang gangsa, gambang biasa, demung, demang, saron, bonang, slentem, kenong, kempul, kecer, dan gong kesemuanya terbuat dari perunggu kuno.
Gamelan Kyai Cokronagoro I, menurut sejarah, merupakan hadiah dari Sri Susuhunan Pakubuwono VI kepada Bupati Purworejo pertama kala itu, KR Adipati Cokronagoro I. Nama gamelan kemudian ditetapkan sama dengan nama bupati penerimanya.
Hadiah itu merupakan penghargaan pribadi kepada pimpinan wilayah Purworejo sebagai salah satu satu daerah pangkuan Kasunanan Surakarta. Konon Sri Susuhunan mendapat gamelan itu dari leluhurnya yaitu peninggalan Sultan Agung. Disini juga tersimpan jenglot laki-laki.
Sejak sebulan terakhir, jenglot menjadi penghuni baru di obyek wisata sejarah tersebut. Kedatangan jenglot di Museum Tosan Aji ini bukan dimaksudkan untuk menggiring logika masyarakat terhadap hal-hal yang bersifat mistis, tapi keberadaanya dipahami sebagai salah satu produk budaya masyarakat dan layak untuk diketahui. Jenglot ini tidak dikaitkan dengan hal-hal yang supranatural. Jenglot ini bagian dari produk budaya masyarakat, khususnya Jawa.
Jenglot itu yang diberi nama Bethoro Untung yang sebenarnya termasuk “tamu tak diundang. Kedatangan Jenglot itu bermula saat salah satu karyawan Museum Tosan Aji bernama Subowo. Subowo diberi jenglot dari temannya yang bernama Untung. Beliau membawa jenglot yang kemungkinan laki-laki. Namun, setelah mendapatkan barang yang dianggapnya aneh itu, Bowo tidak berani membawanya pulang. Selanjutnya, atas kesepakatan bersama diputuskan disimpan bersama benda bersejarah lainnya di museum. Keberadaan jenglot sendiri hingga kini masih menuai kontroversi. Sebagian orang meyakini bahwa jenglot merupakan perwujudan manusia yang sedang menimba ilmu magis dalam jangka waktu yang lama. Sementara sebagian lainnya meyakini jenglot tidak lebih dari sekedar benda pusaka, seperti batu akik atau keris. Berdasarkan pada berbagai literatur yang ada, jenglot berkaitan dengan ilmu hitam yang memiliki banyak fungsi. Di sisi yang lain, misalnya aspek ilmiah belum bisa dipastikan jenglot sebagai mahkluk hidup karena tidak memiliki organ tubuh. Ahli forensik di RSCM Jakarta sebenarnya sudah pernah melakukan penelitian dengan berbagai teknik metodologi, termasuk foto scan. Hasilnya, jenglot tidak memiliki organ tubuh vital, seperti jantung, tulang, dan yang lain. Hasil ini secara otomatis meragukan bahwa jenglot termasuk makhluk hidup. Penelitian lain yang pernah dilakukan dokter Djaja Surya Atmaja, Ph.D, dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa contoh kulit jenglot yang diperiksa memiliki karakteristik sebagai DNA (deoxyribosenucleic acid) manusia. Namun Djaja menolak anggapan seolah dia mengakui jenglot sebagai manusia. Dari penelusuran beberapa literatur, Djaja memeriksa DNA Jenglot pada lokus nomor D1S80 dari kromosom 1 dan HLA-DQA1 dari kromosom 5, serta lima lokus khusus lain dengan teknik PCR (polymerase chain reaction). Pemeriksaan HLA-DLA-DQA1 memberikan hasil positif. Spesimen jenglot itu berasal dari keluarga primata-bisa monyet, bisa pula manusia. Namun dari penyelidikan atas lokus D1S80, Djaja mendapat kepastian bahwa sampel DNA itu berkarakteristik sama dengan manusia. Temuan mengejutkan itu diperkuat dengan kajian mesin PCR.
Untuk menyimpan jenglot tersebut tidak memerlukan persyaratan khusus. Termasuk mitos aneh “mengkonsumsi darah” juga tidak di lakukan. Pihak museum menempatkan jenglot di sebuah toples teransparan dan diletakkan satu ruang bersama gamelan Cokronegoro I dan batu bersejarah. Jenglot itu memiliki ketinggian sekitar 15 sentimeter dan berwarna hitam pekat. Di bagian tubuhnya banyak ditumbuhi rambut dengan dua taring memanjang di mulutnya. Di bagian bawah pusar dibungkus dengan kain kafan putih. Bagian mata juga sengaja ditutup dengan kain kafan ukuran kecil.
Terlepas dari kontroversi itu, Museum Tosan Aji tetaplah sebagai media tempat belajar masyarakat tentang benda-benda bersejarah dan menyertai peradaban umat manusia.
Di akhir tata penyajian pada ruang ini ditampilkan poster yang mengajak pengunjung terutama generasi muda untuk mau meneliti atau mengkaji tentang misteri Tosan Aji.

E.     TEKNIK PENYAJIAN

Dalam teknik penyajian tata pameran Museum Tosan Aji Jawa Tengah adalah menggunakan sistem:
Pendekatan Intelektual. Teknik pendekatan intelektual ini diterapkan terutama pada Ruang Pertama yakni dalam Ruang Undagi atau Ruang Teknologi. Pada ruang ini banyak dituntut mengenai teknis cara pembuatan Tosan Aji tersebut, sehingga untuk menguraikan prosesing dari bentuk bahan baku hingga menjadi bentuk yang sempurna harus dapat diurai secara ilmu pengetahuan (intelektual). Sehingga pada ruang ini sedikit banyak yang dapat memahami tata penyajian adalah para terpelajar.
Pendekatan Romantis (evokatif). Penyajian Romantis (evokatif) ini juga diterapkan pada Ruang Pertama yakni Ruang Undagi atau ruang Teknologi, dengan menyajikan bentuk Besalen (bengkel tradisional membuat keris) secara utuh seperti keadaan masih berada di tempat aslinya.
Pendekatan Estetis (keindahan). Tata penyajian pendekatan Estetis (keindahan) ini diterapkan pada keseluruhan penataan Ruang Pameran karena untuk seluruh benda koleksi yang dipamerkan supaya kelihatan menarik maka unsur Estetis penataan harus ada. Dalam hal ini terutama pada penyajian untuk Ruang Kedua, yakni Ruang Pamor, Dapur dan Warangka, namun demikian tidak dapat dihindari juga pada penataan ruang lainnya.
Memang kalau dikaji Museum Tosan Aji ini masih jauh dari sempurna, apalagi yang mengamati para sesepuh dan pakar Tosan Aji. Tetapi perlu diingat sebenarnya sasaran yang paling utama dengan didirikan Museum ini adalah khusus bagi kaum awam dan terutama para generasi muda kita agar mereka dapat sedikit mengetahui tentang Tosan Aji. Sehingga di sini tata pameran yang diterapkan pada museum ini, dititik beratkan untuk penjelasan dasar tentang Tosan Aji dan khususnya keris. Sampai saat ini Museum Tosan Aji masih dalam taraf pengumpulan, perawatan, pelestarian, dan penyajian benda-benda koleksinya.


BAB III

PEMBAHASAN


Museum Tosan Aji Purworejo pendiriannya diprakarsai oleh Menteri Dalam Negeri, Soepardjo Rustam. Tentu ada alasan tersendiri mengapa Purworejo dipilih sebagai tempat didirikannya museum tersebut. Kemungkinan hal itu dikarenakan Purworejo merupakan jalur penghubung antara Magelang dan Yogyakarta. Pada saat itu, Hindu-Budha masuk ke Indonesia dan dua daerah tersebut dikuasai oleh dua dinasti besar yaitu Dinasti Syailendra dan Dinasti Sanjaya. Purworejo sebagai daerah strategis yang menghubungkan dua daerah tersebut dan tidak menutup kemungkinan banyak benda-benda cagar budaya khususnya Tosan Aji.
Pada tanggal 13 April 1987, Museum Tosan Aji Purworejo diresmikan oleh Gubernur KDH Tingkat I Jawa Tengah, H. Ismail. Lokasi Museum pada waktu itu terletak di Pendopo Kawedanan, Kutoarjo. Pada tanggal 10 Juni 2001, Pemerintah Kabupaten Purworejo memindahkan koleksi Museum Tosan Aji Purworejo dari Kutoarjo ke Kota Purworejo. Sekarang, Museum Tosan Aji menempati bangunan bekas Pengadilan Negeri pada jaman Belanda yaitu di Jalan Mayjend. Sutoyo No. 10 atau di sebelah selatan Alun-alun Purworejo sebagai upaya untuk mewujudkan lokasi wisata terpadu. Lokasi wisata terpadu meliputi beberapa bangunan bersejarah seperti Masjid Agung Darrul Mutaqin di sebelah barat alun-alun dengan Bedug Pendowonya yang terbesar di Indonesia bahkan mungkin Dunia, Pendopo Kabupaten Purworejo di sebelah utara, Gereja GPIB di sebelah timur dan di sebelah selatan bangunan Kantor Setda Purworejo dan Museum.
Museum Tosan Aji menempati gedung bekas Pengadilan Negeri (PN) di Jalan Mayjend. Sutoyo Purworejo. Gedung bekas Pengadilan Negeri tersebut bangunnya milik PN, tapi tanah milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purworejo.Oleh karenanya ketika museum itu akan mendapat suntikan dana Rp 1 miliar dari Dirjen Museum pusat, pihak museum Purworejo menjadi kesulitan karena gedung tersebut milik Pengadilan Negeri. Hingga kini pihak Museum Tosan Aji sedang mencari tempat untuk gedung museum. Pihak Museum Tosan Aji berusaha untuk menempati bekas Kantor Sosspol, di kompleks pendapa rumah dinas bupati. Bangunan dan tanah Kantor Sosspol ini milik Pemkab Purworejo.
Lokasi Museum pada waktu itu terletak di Pendopo Kawedanan, Kutoarjo. Pada tanggal 10 Juni 2001, Pemerintah Kabupaten Purworejo memindahkan koleksi Museum Tosan Aji Purworejo dari Kutoarjo ke Kota Purworejo. Sekarang, Museum Tosan Aji menempati bangunan bekas Pengadilan Negeri pada jaman Belanda yaitu di Jalan Mayjend. Sutoyo No. 10 atau di sebelah selatan Alun-alun Purworejo.
Museum Tosan Aji menampilkan koleksi tidak hanya Tosan Aji saja namun berbagai benda cagar budaya. Berikut ini adalah beberapa koleksi Museum Tosan Aji:




Peran Museum Tosan Aji sebagai tempat wisata edukatif dengan menyajikan koleksi dan informasi yang banyak dibutuhkan untuk pendidikan sejarah serta sebagai tempat tujuan yang menyenangkan dan bernilai lebih.
Dengan didirikannya Museum Tosan Aji, para pengunjung diharapkan mampu mengadakan perenungan dan pengkajian tentang nilai-nilai luhur melalui koleksi-koleksi yang dipamerkan serta dapat mengambil hikmah sebagai pesan sejarah yang harus diselamatkan sehingga dapat menyikapi perkembangan di kemudian hari yang penuh kompetitif. Serta diharapkan dengan museum ini generasi muda lebih mencintai benda-benda pusaka yang ada di museum.


BAB IV

PENUTUP


A.    KESIMPULAN

Museum ini merupakan salah satu sarana untuk melestarikan warisan budaya nenek moyang kita yang "adhi luhung" yaitu Tosan Aji. Museum Tosan Aji juga menampilkan menampilkan berbagai koleksi benda cagar budaya yang banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Purworejo baik pada masa prasejarah maupun masa klasik.
Museum Tosan Aji merupakan salah satu cagar budaya dan wahana wisata yang edukatif bagi Masyarakat. Dengan mengunjungi Museum Tosan Aji, kita dapat mempelajari nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sebuah pusaka.

B.     SARAN

Kita sebagai generasi muda hendaklah menjaga sejarah dan kebudayaan nenek moyang kita. Khususnya pada unsur cagar budaya bangsa yang terdapat di Museum Tosan Aji Purworejo. Pemerintah juga harus giat dalam mempromosikan Museum Tosan Aji sebagai pelestari dan pembangun jiwa histori bangsa. Dengan melestarikan kebudayaan nenek moyang, kita dapat meneladani dan menghayati budi pekerti para leluhur kita. Selain itu, identitas kebudayaan dapat terjaga dan tidak termakan oleh zaman.

DAFTAR PUSTAKA

Diakses di http://eprints.undip.ac.id/26711/ pada tanggal 25 April 2012 pukul 20.56 WIB

Diakses di http://www.scribd.com/doc/39223657/Karya-Tulis-Museum-Purna-Bhakti-Pertiwi-Jakarta pada tanggal 28 April 2012 pukul 17.00 WIB

Zanuar Didik Bintoro.2010. Diakses di http://raseco.blogspot.com/2010/12/museum-tosan-aji-1-syuro-1024-pusaka.html pada tanggal 26 April 2012 pukul 07.00 WIB

Tarwiah. 2010. Diakses di http://7qnews.blogspot.com/2010/05/lapoan-perjalanan-museum-tosan-aji.html pada tanggal 25 April 2012 pukul 14.00 WIB

Ivan Aditya. 2012. Diakses di http://krjogja.com/read/110958/www.computa.co.id/computashop/ pada tanggal  25 April 2012 pukul 13:38 WIB

0 comments: